pers-scaled.jpg
 20230731_193802.gif

Pemerintah lagi-lagi berencana membuka keran impor beras, setelah sebelumnya mengimpor 500.000 ton beras pada akhir tahun lalu.

Presiden Joko Widodo, melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), menitahkan Perum Bulog untuk mengekspor 2.000.000 ton beras pada tahun ini, dengan 500.000 ton di antaranya diharapkan masuk secepatnya.

Alasannya adalah menjamin ketersediaan beras menjelang Hari Raya Idul Fitri, serta menjaga stabilitas harga beras.

Harga beras belakangan memang bak tak terkontrol, bahkan mencetak rekor kenaikan tertinggi selama lima tahun terakhir. Sejak pertengahan 2022, harga beras di tingkat produsen gabah serta di pasaran meningkat cukup signifikan.

Pemerintah bereaksi dengan berupaya menetapkan harga pembelian gabah hingga harga eceran beras. 

Menurut pemerintah, ketidakstabilan harga gabah dan beras terjadi akibat kegagalan Bulog menyerap gabah dari petani saat musim panen 2022.

Bulog harus menyerap gabah sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) yang kerap lebih murah dari harga pasar. Akibatnya, petani lebih memilih menjual gabah kepada pihak lain yang bersedia membeli dengan harga tinggi.

Konsekuensinya, per 22 November 2022, Bulog melaporkan hanya memiliki stok cadangan beras sebanyak 594.856 ton dari target stok tahunan 1,2 juta ton. Situasi ini membatasi kemampuan pemerintah untuk melakukan operasi pasar dengan mengeluarkan cadangan beras saat harga naik.

Hal ini menunjukkan rumitnya permasalahan beras di Indonesia. Di satu sisi, petani menginginkan harga gabah yang menguntungkan, terutama menjelang dan saat panen raya. Sedangkan di sisi lain, ketahanan pangan mengharuskan suplai yang lancar dan harga beras yang terjangkau. Kerumitan ini tentu tidak dapat diurai jika pemerintah malah “salah fokus” pada penetapan harga acuan saja, mengingat ada faktor produksi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang turut berkontribusi pada melambungnya.

Pemerintah perlu menyikapi tingginya harga beras dengan kebijakan yang terintegrasi antara hulu dan hilir, sekaligus mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam proses produksi dan distribusi. Perubahan ketetapan harga pembelian beras di skala nasional, maupun impor, bukanlah solusi akhir dari permasalahan ini.

About Post Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *