Madinah (Kemenag) — Penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Pasalnya, tahun ini adalah kali pertama penyelenggaraan ibadah haji dengan kuota normal setelah dunia dilanda pandemi Covid-19.
Haji dengan kuota normal kali terakhir berlangsung pada 2019. Dua tahun setelahnya, dunia dilanda pandemi hingga negara-negara, termasuk Indonesia, tidak mengirim jemaah haji. Sementara pada 2022, ibadah haji digelar dengan kurang dari setengah kuota normal dan masih dalam suasana pandemi. Indonesia saat itu mendapat kuota 100.050 jemaah (47%).
Akibat akumulatif dari semua itu adalah semakin banyaknya jemaah yang tertunda keberangkatannya. Tidak sedikit dari mereka adalah jemaah lanjut usia. Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat, lebih 61.000 lansia dari 209.782 jemaah haji yang tahun ini tiba di Arab Saudi. Ini merupakan angka lansia terbesar dalam 10 tahun terakhir penyelenggaraan ibadah haji.
Pada tahun 2014, jumlah jemaah haji lansia pada angka 22.022. Jumlah ini terus meningkat menjadi 23.928 (2015), 25.471 (2016), dan 33.732 (2017). Sempat turun menjadi 32.499 pada 2018, lalu naik lagi pada angka 39.659 di 2019. Kalau melihat data ini, lonjakan lansia hampir mencapai 100% pada 2023.
“Sesuai dengan amanat UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), jemaah haji Indonesia perlu mendapatkan pelayanan kesehatan,” terang anggota Amirul Hajj perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Sundoyo, di Madinah, Selasa (4/7/2023).
Dalam rangka mendukung pelayanan kesehatan bagi jemaah, Kementerian Kesehatan pada penyelenggaraan haji 2023, telah merekrut 2.113 tenaga kesehatan. Mereka terdiri atas tenaga dokter, termasuk dokter spesialis, dan perawat.
Selain dokter dan perawat, ada juga Tenaga Promosi Kesehatan. Tugasnya, memberikan pelayanan di luar gedung dengan cara memberikan edukasi dan imbauan agar jemaah menjaga kesehatan dengan cara banyak minum dan makan makanan yang sehat.
“Kami juga siapkan pelayanan kesehatan di kloter, sektor, dan Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), baik Makkah maupun Madinah,” sebutnya.
“Disiapkan juga, pelayanan kesehatan pada Pos Kesehatan Arafah dan Pos Kesehatan Mina,” sambungnya.
Jika ada jemaah yang tidak dapat diberikan pelayanan kesehatan di KKHI karena peralatan kesehatan yang terbatas, Sundoyo memastikan mereka dirujuk ke RS Arab Saudi. Selama menjalani perawatan di RS Arab Saudi, jemaah akan didampingi oleh tenaga kesehatan Indonesia. “Hal ini untuk memudahkan komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan RS Arab Saudi,” sebutnya.
Layanan kesehatan yang disiapkan Kemenkes juga didukung dengan obat-obatan dan alat kesehatan, termasuk alat kesehatan habis pakai. Kementerian Kesehatan terus berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk memastikan bahwa jemaah haji mendapatkan hak akses terhadap pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik.
“Penanganan kesehatan menjadi bagian dari usaha menjaga kesehatan jemaah,” ujarnya.