• Home
  • Nasional
  • STABILITAS SISTEM KEUANGAN TERJAGA DITOPANG KINERJA PEREKONOMIAN DAN SEKTOR KEUANGAN DOMESTIK DENGAN TETAP MEWASPADAI DINAMIKA RISIKO GLOBAL

STABILITAS SISTEM KEUANGAN TERJAGA DITOPANG KINERJA PEREKONOMIAN DAN SEKTOR KEUANGAN DOMESTIK DENGAN TETAP MEWASPADAI DINAMIKA RISIKO GLOBAL

Image

Jakarta, 3 Agustus 2023

  • Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan II tahun 2023 terus terjaga di tengah dinamika perekonomian dan pasar keuangan global. Perkembangan ini seiring dengan kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resilien serta didukung koordinasi KSSK yang terus diperkuat. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rapat berkala KSSK III tahun 2023 pada Jumat (28/07) berkomitmen untuk melanjutkan penguatan koordinasi dan meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global ke depan, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
  • Ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi. IMF merevisi kembali proyeksi pertumbuhan globalnya menjadi 3,0% yoy di 2023, sedikit lebih baik dari proyeksi April 2023 (2,8% yoy). Pertumbuhan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara maju di Eropa diprakirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap sama, namun risiko tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti negara tersebut harus terus diwaspadai. Tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Hal ini diprakirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR). Perkembangan tersebut menyebabkan aliran modal ke negara berkembang akan lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global.
  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik. Perekonomian triwulan II 2023 diprakirakan masih tumbuh kuat, ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan tren ekspansif aktivitas manufaktur sebagaimana ditunjukkan oleh PMI Manufaktur yang meningkat ke level 53,3 pada Juli 2023, lebih tinggi dibandingkan Juni 2023 sebesar 52,5. Konsumsi rumah tangga meningkat didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara. Perkembangan tersebut juga disertai Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan Ritel yang masih terus bertumbuh. Meskipun investasi bangunan masih relatif tertahan, namun investasi nonbangunan masih terindikasi ekspansif. Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor yang positif dan berlanjutnya hilirisasi. Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Informasi dan Komunikasi. Sementara secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan wilayah Kalimantan dan Jawa yang masih kuat sejalan dengan terjaganya permintaan domestik. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 5,0-5,3%.
  • Inflasi kembali ke dalam sasaran lebih cepat dari prakiraan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 4,97% yoy pada triwulan I 2023 menjadi 3,52% yoy pada triwulan II 2023, kembali berada dalam sasaran 3,0±1%. Inflasi inti terus melambat menjadi 2,58% yoy, dipengaruhi oleh stabilnya nilai tukar, turunnya harga komoditas global, rendahnya dampak lanjutan dari inflasi volatile food, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, inflasi kelompok administered prices menurun menjadi 9,21% yoy seiring dengan pengelolaan harga energi domestik yang baik. Tren moderasi inflasi tersebut berlanjut memasuki bulan Juli 2023 dengan inflasi IHK yang turun ke level 3,08% yoy, inflasi inti yang turun ke level 2,43% yoy, dan inflasi administered prices turun ke level 8,42% yoy.   Berbagai kebijakan, di antaranya intervensi harga dan stabilitasi pasokan, dukungan Pemerintah dalam bentuk bantuan pangan, upaya fasilitasi dan pengawasan distribusi, serta penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah mampu mendorong tingkat inflasi volatile food mengalami deflasi 0,03% yoy. Kembalinya pergerakan inflasi ke dalam sasaran sebagai hasil positif dari konsistensi bauran kebijakan fiskal sebagai shock absorber dan kebijakan moneter, serta eratnya sinergi pengendalian inflasi pangan antara BI dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). Dengan perkembangan tersebut, inflasi diprakirakan dapat tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
  • Nilai tukar Rupiah terkendali sehingga mendukung stabilitas perekonomian. Nilai tukar Rupiah sampai dengan 28 Juli 2023 secara year to date tercatat menguat 3,13% ptp dari level akhir Desember 2022, lebih kuat dibandingkan dengan apresiasi Peso Filipina (1,55%), Rupee India (0,57%), dan Baht Thailand (0,28%). Ke depan, dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar Rupiah diprakirakan akan menguat ditopang oleh indikator fundamental ekonomi yang kuat, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA). Persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menguat, tecermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I, dari stabil menjadi positif, dengan level rating tetap terjaga pada BBB+ (2 notch di atas level terendah investment grade).
  • Kinerja APBN sampai dengan semester I 2023 masih solid. Meskipun termoderasi di tengah normalisasi harga komoditas, pendapatan negara tetap tumbuh positif. Kinerja belanja negara juga terus ekspansif dan menopang berbagai agenda pembangunan serta menjaga stabilitas kondisi ekonomi makro. Hingga akhir Juni 2023, kondisi kesehatan fiskal terus terjaga dengan baik, tercermin dari surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp368,2 triliun dan surplus anggaran fiskal sebesar Rp152,3 triliun, setara dengan 0,71% PDB.
  • Pendapatan negara masih tumbuh positif 5,4% sehingga realisasi mencapai Rp1.409,7 triliun atau 57% dari target APBN. Penerimaan Perpajakan mencapai Rp1.105,6 triliun (54,7% dari target APBN) atau tumbuh 5,4% yoy terutama ditopang PPh Badan (26,2% yoy) dan PPN Dalam Negeri (23,5% yoy). Secara sektoral, kinerja penerimaan perpajakan didukung oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, pertambangan, jasa keuangan, dan transportasi-pergudangan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh penguatan pemulihan aktivitas ekonomi serta dampak positif dari reformasi perpajakan di tengah moderasi harga komoditas.
  • Realisasi PNBP mencapai Rp302,1 triliun (68,5% dari target) atau tumbuh 5,5% yoy. Kinerja tersebut dipengaruhi antara lain oleh PNBP SDA nonmigas yang tumbuh 94,7% yoy, di tengah harga komoditas yang termoderasi, dan PNBP Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) yang tumbuh 19,4% yoy. Pertumbuhan PNBP SDA dipengaruhi oleh tarif iuran produksi/royalti, sedangkan pertumbuhan PNBP KND terutama dikontribusikan oleh setoran dividen BUMN khususnya dari sektor perbankan.
  • Realisasi belanja negara semester I 2023 mencapai Rp1.255,7 triliun (41,0% dari pagu APBN). Realisasi ini dimanfaatkan untuk belanja yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat, antara lain melalui PKH, sembako, PBI JKN, Kartu Prakerja, PIP, KIP Kuliah, BOS, bantuan benih, subsidi, dan kompensasi energi. Selain itu, belanja Pemerintah terkait agenda prioritas nasional lainnya juga akan terus disalurkan, terutama kaitannya dengan penurunan stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, dukungan persiapan pelaksanaan Pemilu, pembangunan IKN, serta percepatan penyelesaian infrastruktur prioritas. Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp891,6 triliun (39,7% dari pagu APBN) atau tumbuh 1,6% yoy. Sementara itu, realisasi Transfer ke Daerah mencapai Rp364,1 triliun atau 44,7% dari pagu APBN. Meskipun tumbuh terbatas, belanja negara berperan penting mendorong kinerja perekonomian nasional dengan menjaga daya beli masyarakat, melalui pengendalian harga maupun berbagai program bantuan sosial yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekaligus mendorong permintaan agregat.
  • Pembiayaan anggaran mencapai Rp135,1 triliun (22,6%), didorong semakin prudent dan efisien namun tetap produktif. Realisasi pembiayaan utang sebesar Rp166,5 triliun atau turun 15,4% yoy. Pengadaan utang dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kondisi kas dan volatilitas pasar keuangan. Pembiayaan investasi (neto) mencapai Rp33,4 triliun (19,0%), dimanfaatkan untuk mendukung proyek strategis, peningkatan kualitas SDM, dan penyehatan BUMN. Sampai dengan akhir semester I 2023, rasio utang terhadap PDB mencapai 37,93%.  Kinerja pasar SBN masih menunjukkan tren penguatan hingga Juli 2023 dengan yield SBN seri benchmark 10 tahun menguat 66 bps secara ytd ke level 6,28% per 28 Juli 2023. Tren penguatan tersebut didukung antara lain oleh terkendalinya laju inflasi dalam negeri serta kebijakan pengurangan target penerbitan SBN seiring masih kuatnya kinerja  APBN.  Selain itu, kinerja perekonomian yang solid dan pasar keuangan domestik yang kondusif mendorong investor asing masuk ke pasar SBN senilai Rp91,86 triliun secara ytd di tengah volatilitas pasar keuangan global.
  • Di tengah tren pelambatan ekonomi global serta dinamika geopolitik yang masih diselimuti ketidakpastian, APBN 2023 tetap berupaya keras dalam mendukung berbagai upaya pemulihan ekonomi dan pelaksanaan agenda prioritas nasional. Pemerintah akan tetap mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber untuk melindungi kesejahteraan rakyat Indonesia. Peran APBN untuk memperkuat fundamental ekonomi dan mendukung serta mendorong transformasi perekonomian juga terus diperkuat dan diefektifkan. Sampai dengan akhir tahun 2023, Pemerintah akan melanjutkan dan menyelesaikan berbagai kegiatan pembangunan yang telah direncanakan seperti belanja infrastruktur, pemilu, dan belanja bansos. Penyaluran subsidi energi juga akan tetap dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Dengan demikian, pengelolaan APBN akan terus responsif dan adaptif dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dalam rangka mendorong devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) guna mendukung likuiditas valas domestik, Pemerintah memberikan fasilitas insentif fiskal untuk meningkatkan minat investasi DHE SDA di dalam negeri.
  • Dalam perspektif jangka menengah panjang, Pemerintah akan mengoptimalkan peran kebijakan fiskal dalam mendukung peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berwawasan lingkungan. Peran ini dilakukan antara lain melalui peningkatan kualitas SDM, percepatan pembangunan infrastruktur, transisi menuju pemanfaatan sumber energi yang rendah emisi, serta perbaikan kualitas birokrasi dan regulasi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan daya saing bisnis yang tinggi.
  • BI terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).
  • Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI mempertahankan BI7DRR pada level 5,75% sepanjang triwulan II 2023 dan pada Juli 2023. Keputusan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024. Kebijakan suku bunga BI7DRR yang dipertahankan tetap tersebut didukung oleh penguatan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global,  melalui: (i) intervensi di pasar valas dengan transaksi spotDomestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder; (ii) twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing; dan (iii) optimalisasi Term Deposit (TD) Valas DHE serta penambahan frekuensi dan tenor lelang TD Valas jangka pendek dengan suku bunga kompetitif.
  • BI juga mengeluarkan ketentuan terkait penetapan dan penyediaan instrumen penempatan DHE SDA serta melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap DHE SDA sebagai tindak lanjut implementasi PP DHE SDA. Dalam hal ini, penetapan instrumen penempatan DHE SDA dan instrumen pemanfaatan atas penempatan DHE SDA mengacu kepada 3 (tiga) prinsip yakni (i) sejalan dengan pengaturan dalam PP DHE SDA; (ii) pemanfaatan DHE SDA tersebut untuk kebutuhan dalam negeri; dan (iii) pengaturan instrumen lain yang diperbolehkan akan dilakukan kemudian dengan tetap berdasarkan prinsip (i) dan (ii) dimaksud, serta sesuai perkembangan ekonomi dan pasar keuangan.
  • BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya SSK. BI melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar, antara lain:
  1. Mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%;
  2. Melanjutkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti paling tinggi 100% untuk semua jenis properti kepada bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF; dan
  3. Melanjutkan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru tertentu.

Untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi, BI memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk meningkatkan kredit/pembiayaan dengan fokus pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi minerba dan nonminerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, serta pembiayaan inklusif (UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi) dan hijau. Besaran insentif likuiditas makroprudensial juga ditingkatkan dari sebelumnya paling tinggi 280 bps menjadi paling tinggi 400 bps yang terdiri dari:

  1. Insentif untuk penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan oleh BI, paling besar 2%, meningkat dari sebelumnya 1,5%;
  2. Insentif kepada bank penyalur kredit/pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1% menjadi 1,5%, dengan rincian 1% untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5% untuk penyaluran kredit UMi; serta
  3. Insentif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau paling besar 0,5%, meningkat dari sebelumnya 0,3%.

KLM tersebut diimplementasikan bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) yang akan berlaku sejak 1 Oktober 2023 melalui pengurangan giro di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata.

  • BI terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. BI mempertajam strategi digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD), melalui:
  1. Perpanjangan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 31 Desember 2023 yang terdiri dari: (i) kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK 5% dari total tagihan dan (ii) kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan dan tidak melebihi Rp100 ribu;
  2. Perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 31 Desember 2023 yang mencakup: (i) tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan (ii) tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah;
  3. Penguatan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS segmen usaha mikro (UMI) berdasarkan nominal per transaksi secara progresif yaitu: (i) transaksi sampai dengan Rp100.000 (seratus ribu Rupiah) dikenakan MDR 0% dan (ii) transaksi di atas Rp100.000 (seratus ribu Rupiah) dikenakan MDR 0,3%, dengan masa berlaku efektif secepat-cepatnya 1 September 2023 dan selambat-lambatnya 30 November 2023 sesuai kesiapan sistem industri; serta
  4. Penyelenggaraan Pekan QRIS Nasional dan Festival Rupiah Berdaulat Indonesia (FERBI) dalam rangka Perayaan Kemerdekaan RI.
  • BI juga melanjutkan seluruh kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI terus bersinergi secara erat dengan Pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI melanjutkan pendalaman pasar valas untuk mendukung stabilitas Rupiah serta perluasan instrumen lindung nilai dan fasilitasi perdagangan-investasi antarnegara termasuk melalui perluasan penggunaan Local Currency Transaction (LCT). BI memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas yang berkoordinasi dengan instansi terkait, serta memperkuat sinergi dengan K/L terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan.
  • Koordinasi kebijakan BI dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis terus diperkuat. Koordinasi dalam TPIP dan TPID dilanjutkan melalui penguatan program GNPIP di berbagai daerah. Koordinasi dalam Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) juga dilanjutkan melalui a.l. pelaksanaan program Championship untuk mendorong akseptasi Kartu Kredit Indonesia.
  • Stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dengan kinerja intermediasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang solid didukung tingkat permodalan serta likuiditas yang memadai. Sektor perbankan tetap resilien ditandai dengan fungsi intermediasi yang terjaga dan permodalan yang memadai di tengah tantangan perekonomian dan pasar keuangan global serta kecenderungan penurunan harga komoditas utama penopang ekspor. Pada Juni 2023, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 7,76% yoy (Mei: 9,39%), terutama ditopang kredit investasi yang tumbuh 9,60% yoy (Mei: 12,69%). Sejalan dengan pengetatan likuiditas di global, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,79% yoy (Mei: 6,55%) dengan deposito sebagai main driver pertumbuhan. Kondisi tersebut menjadikan likuiditas perbankan sedikit turun meskipun masih jauh di atas threshold, antara lain tercermin dari Rasio Alat Likuid/Noncore Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 119,04% dan 26,73% (Mei: 123,27% dan 27,55%) dengan threshold 50% dan 10%. Selain itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) juga memadai, berada pada level 230,24% (Mei: 233,63%) dan melampaui threshold 100%. Dari sisi permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) tetap solid dan berada pada level 25,41% (Mei: 26,07%). Sementara itu, risiko kredit membaik dengan Non-performing Loan (NPL) gross turun ke level 2,44% (Mei: 2,52%) dan NPL net 0,77% (Mei: 0,77%). Selanjutnya, kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan penurunan menjadi Rp361,04 triliun (Mei: Rp372,07 triliun) dengan jumlah debitur yang juga terus menurun menjadi 1,57 juta debitur (Mei: 1,64 juta).
  • Pada sektor IKNB, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi hingga Juni 2023 mencapai Rp150,09 triliun. Pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa turun 9,81% yoy (Mei: -8,08%) dengan nilai sebesar Rp86,03 triliun. Namun demikian, akumulasi premi asuransi umum tumbuh positif 7,57% yoy (Mei: 11,95%) menjadi Rp50,79 triliun. Sementara itu, nilai outstanding pertumbuhan piutang pembiayaan dalam tren naik menjadi 16,37% yoy pada Juni 2023 (Mei: 16,38%) menjadi sebesar Rp444,52 triliun, didukung pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh 32,52% dan 17,57% yoy (Mei: 37,65% dan 17,55%). Profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio Non-Performing Financing (NPF) tercatat sebesar 2,67% (Mei: 2,63%). Permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) di atas threshold, masing-masing sebesar 467,85% dan 314,08% (Mei: 462,80% dan 307,07%). Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,27 kali (Mei: 2,20 kali).
  • Di pasar saham, IHSG per 28 Juli 2023 tercatat menguat 0,72% ytd dengan inflow dari investor nonresiden Rp20,40 triliun ytd dan berlanjutnya tren pertumbuhan jumlah investor per 27 Juli 2023 sebesar 10,55% ytd mencapai 11,40 juta investor. Penghimpunan dana melalui pasar modal hingga 28 Juli 2023 meningkat hingga mencapai Rp157,16 triliun, dengan jumlah emiten baru tercatat sebanyak 48 emiten. Nilai emisi emiten IPO tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian sepanjang tahun 2022 sekaligus menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dan ke-4 global di semester I 2023. Sementara pada pipeline, terdapat 105 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp74,86 triliun dengan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 71 perusahaan.
  • Mencermati dinamika dan tantangan perekonomian global dan domestik, OJK terus menjaga stabilitas dan mendorong perkembangan sektor jasa keuangan (SJK) agar tumbuh sehat dan berkesinambungan. Berkenan dengan hal tersebut, kebijakan OJK dalam rangka penguatan SJK dan infrastruktur pasar dilakukan melalui:
  1. Penguatan integritas laporan keuangan LJK dengan meningkatkan peran manajemen dan akuntan publik melalui penyempurnaan POJK mengenai Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa Keuangan (POJK AP KAP).
  2. Penguatan integritas sektor jasa keuangan dengan menerbitkan POJK No. 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK), yang selaras dengan prinsip internasional antara lain Financial Action Task Force (FATF),
  3. Penguatan ketahanan, pengaturan dan pengawasan LJK dalam melakukan pemisahan UUS bagi perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, serta perbankan sebagai tindak lanjut atas mandat UU No.4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
  4. OJK juga berkomitmen untuk terus melakukan langkah progresif dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat khususnya di perdesaan melalui program Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI), yang diharapkan dapat mempercepat pengembangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
  • OJK akan melakukan pengaturan terkait Layanan Administrasi Prinsip Mengenali Nasabah (KYC Administration) yang memungkinkan data nasabah dikelola secara centralized platform guna mempermudah dan mempercepat Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Nasabah dalam proses pendaftaran rekening di industri pasar modal dan pengkinian data. Selain itu, terkait penyelenggaraan dan manajemen bursa karbon dalam upaya mengurangi emisi melalui perdagangan karbon serta untuk mencapai net zero emission pada 2060, OJK akan merilis POJK mengenai bursa karbon guna mendukung operasionalisasi bursa karbon untuk sektor tertentu dan ditargetkan dapat terselenggara pada semester II tahun 2023.
  • Dari penjaminan simpanan, jumlah rekening nasabah Bank Umum yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS pada bulan Juni 2023 sebanyak 99,94% dari total rekening atau setara 520.526.539 rekening. LPS juga mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) perbankan untuk periode 1 Juni 2023 hingga 30 September 2023 di level 4,25% untuk simpanan dalam Rupiah dan 2,25% untuk simpanan valuta asing di Bank Umum, serta 6,75% untuk simpanan Rupiah di BPR. Keputusan tersebut diambil dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi dan memperkuat SSK; mengantisipasi risiko ketidakpastian dari faktor eksternal dan volatilitas pasar keuangan; memberikan ruang lanjutan untuk perbankan dalam pengelolaan likuiditas; serta menjaga sinergi kebijakan lintas otoritas dalam mendukung pemulihan kinerja intermediasi perbankan. Ke depan, LPS secara berkelanjutan akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi untuk memastikan TBP tetap sejalan dengan perkembangan kondisi perbankan dan pemulihan ekonomi. Sebagai bagian dari respons lanjutan, LPS melakukan penyesuaian kebijakan yaitu menetapkan berakhirnya relaksasi denda premi yang mulai diterapkan untuk pembayaran premi periode I tahun 2024. Informasi mengenai berakhirnya kebijakan relaksasi denda premi akan disampaikan kepada seluruh bank peserta penjaminan LPS.
  • Dari sisi penjaminan dan resolusi, kebijakan LPS akan tetap diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan termasuk dalam menjaga SSK. Upaya menjaga SSK antara lain dilakukan dengan memonitor kecukupan cakupan penjaminan simpanan sesuai Undang-Undang LPS, memastikan efektivitas mekanisme early involvement, dan koordinasi dengan anggota KSSK dalam resolusi. Termasuk dalam hal ini dilakukan upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap tugas dan fungsi LPS di bidang penjaminan dan resolusi bank.
  • KSSK berkomitmen terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi dinamika global terutama potensi rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK.
  • Dengan telah diundangkannya UU P2SK, Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan perumusan peraturan pelaksanaan UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.
  • KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Oktober 2023.

Share

STABILITAS SISTEM KEUANGAN TERJAGA DITOPANG KINERJA PEREKONOMIAN DAN SEKTOR KEUANGAN DOMESTIK DENGAN TETAP MEWASPADAI DINAMIKA RISIKO GLOBAL – Media Daulat Rakyat