Judi online merupakan serangan yang membius masyarakat dan menghisap sumber daya ekonomi. Selain itu, judi online juga menjadi ancaman yang serius karena menipu para pelakunya dengan harapan palsu.
“Judi online mirip dengan phishing di mana pelaku merasa diberi keberuntungan padahal sebetulnya sedang menyedot uang sebesar triliun rupiah,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo), Hokky Situngkir pada kegiatan Literasi Digital kepada Prajurit TNI bertajuk “Anti Judi Online dan Netralitas TNI di Ruang Digital” di Bogor. Senin (09/09/2024).
Hokky memaparkan data yang dimiliki Kemenkominfo di mana 80% dari korban judi online adalah masyarakat menengah ke bawah. Hal ini tentu menjadi fokus bagi Kemenkominfo karena judi online tak lagi soal masalah individu, tapi mengancam negara secara keseluruhan.
“Ini adalah ancaman ekonomi secara keseluruhan. Kominfo bersama berbagai lembaga keuangan dan otoritas terkait berkomitmen untuk mengentaskan masalah judi online ini,” paparnya.
Menurut Hokky, sejalan dengan itu, TNI juga memiliki peran yang penting sebagai garda terdepan prajurit negara pada pertempuran yang terjadi di ruang digital.
“Ini mengancam stabilitas ekonomi, dan bahkan pada taraf yang lebih berbahaya berpotensi mengganggu keamanan nasional,” tutupnya.
Sepaham dengan sambutan Dirjen Aptika, Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika, Slamet Santoso menuturkan mengenai Darurat Judi Online. Mengutip data yang diterbitkan oleh PPATK, lanjut Slamet, dana yang telah tersedot dari aktivitas judi online mencapai angka fantastis, yaitu sebesar 327 triliun rupiah.
“Ini kalau dirata-rata transaksi pada setiap satu hari mencapai hampir 1 triliun rupiah. Inilah yang dinamakan kondisi darurat judi online,” tuturnya.
Masih mengacu pada PPATK, menurut Slamet, terdapat 3,7 juta pelaku yang tersebar di Indonesia. Tak dipungkiri, terdapat pula pelaku yang berasal dari kalangan TNI.
“Pada kesempatan ini, kami mohon bantuan kepada para prajurit TNI untuk turut menggalakkan aksi melawan judi online,” tambahnya.
Terlebih lagi, 80% pelaku dari judi online berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Tentu hal itu patut menjadi fokus seluruh masyarakat Indonesia. Perlu disebarkan awareness bahwa judi online adalah penipuan.
“Mengapa penipuan? Karena tidak ada ceritanya pelaku bisa menjadi kaya, semuanya adalah rekayasa algoritma. Para pelaku dijanjikan untuk menang, padahal kemenangan di awal hanyalah iming-iming,” lanjutnya.
Slamet menyebut bahwa Kemenkominfo sudah masuk anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (SATGAS PASTI) untuk memberantas judi online. Namun, tentu butuh perhatian dan bantuan dari berbagai pihak untuk terus melawan aktivitas judi online.
Mengenal Illusion of Control pada Permainan Judi Online
Pada sesi penyampaian materi, hadir empat narasumber yang menyampaikan empat pilar literasi digital. Pada sesi Digital Skills, Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Sofian Lusa memaparkan mengenai bahaya Illusion of Control pada permainan judi online.
“Illusion of control membuat seolah-olah kemenangan pada permainan judi online disebabkan oleh kepiawaian pemainnya, padahal itu algoritma,” jelas Sofian.
Sofian menambahkan bahwa, algoritma itu memungkinkan para pemain mengulangi permainan tersebut. Kemudian di saat pengulangan itu, tidak ada kemenangan, justru akan mendatangkan kerugian.
“Algortima itu tujuannya membuat orang kecanduan. Inilah yang harus kita lawan, terlebih sekarang teknologi semakin canggih,” tuturnya.
Ada tiga komponen pendorong mengapa banyak yang kecanduan, lanjut Sofian, yaitu withdraw dan pendaftaran yang mudah, membuat yang tidak tertarik menjadi eksplor, kemudian kemudahan sistem pembayaran, dan redeem number generation.
“Pada dasarnya, judi online adalah permainan yang tidak fair, dibuat untuk memaksimalkan keuntungan platform,” pungkasnya.
Kegiatan Literasi Digital sektor Pemerintahan kepada Prajurit TNI turut dihadiri oleh Asisten Komunikasi dan Elektronika (Askomlek) Panglima TNI, Marsekal Muda TNI Kustono serta jajaran Prajurit TNI baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, maupun Angkatan Udara. Tujuan dari kegiatan ini adalah membuat TNI semakin Bijak dan Cakap Digital sehingga dapat tercapai visi Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif (PRIMA).