Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam mengejar kebocoran penerimaan negara senilai Rp300 triliun dari sektor kelapa sawit. Dukungannya diwujudkan melalui penegakan hukum yang tengah dilakukan terkait dugaan penyimpangan di sektor tersebut.
“Upaya kami membantu pemerintah melalui penegakan hukum sesuai kewenangan kami,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dihubungi, Kamis, (10/10/2024).
Saat ini, Kejagung sedang melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola kelapa sawit periode 2005-2024. Sebagai bagian dari penyidikan tersebut, Kejagung telah menggeledah kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 3 Oktober 2024.
Dalam kasus ini, Kejagung menduga terjadi penguasaan kawasan hutan secara ilegal untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Tindakan tersebut diduga menyebabkan kerugian besar bagi negara, baik dari segi keuangan maupun ekonomi.
Namun, hingga saat ini, Kejagung belum merinci besaran potensi kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini. Selain itu, belum ada penetapan tersangka dalam perkara tersebut. “Belum ada, penyidikannya masih baru dilakukan,” kata dia.
Tindakan penyerobotan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit diduga menjadi salah satu sumber kebocoran penerimaan negara Rp 300 triliun. Kehilangan potensi penerimaan negara ini, sebelumnya diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, sekaligus adik Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo.
Hashim menyebut Prabowo akan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. Prabowo, kata dia, sudah memegang daftar 300 pengusaha ‘nakal’ ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengusaha itu diduga bergerak di sektor sawit.
Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebut dugaan hilangnya potensi penerimaan negara yang disebut Hashim berasal dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam audit itu, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang.
Jodi menyebut potensi penerimaan itu berasal di antaranya dari denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma dan sawit dalam kawasan hutan. Selain itu, potensi penerimaan juga berasal dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dari sektor ini.
Disclamer : Artikel ini kami lansir dari CNBC Indonesia yang berjudul “Duit Negara ‘Raib’ Rp 300 T, Kejagung Lagi Cari Pelakunya!”