Media Daulat Rakyat

  • Home
  • Daerah
  • Jejak Sejarah Desa Mayang: Dari Peradaban Pinggiran ke Pusat Harapan Bangsa
Inshot 20251009 210225678

Jejak Sejarah Desa Mayang: Dari Peradaban Pinggiran ke Pusat Harapan Bangsa

Di balik hamparan hijau dan bukit-bukit kecil di Kecamatan Kelapa Kampit, berdirilah Desa Mayang—sebuah desa yang dulunya hanya dikenal sebagai titik kecil dalam peta Belitung Timur. Namun, sejarahnya menyimpan denyut panjang perjuangan masyarakat lokal yang bertahan, beradaptasi, dan kini bangkit sebagai simbol transformasi.

Akar Tradisi dan Identitas Lokal

Desa Mayang tumbuh dari akar masyarakat agraris dan tambang rakyat. Nama “Mayang” sendiri diyakini berasal dari flora lokal atau simbol kesuburan yang menjadi penanda harapan hidup masyarakat desa. Di masa lalu, warga menggantungkan hidup pada hasil kebun lada, karet, dan pertambangan timah skala kecil yang menjadi denyut ekonomi Belitung Timur.

“Kami dulu hidup dari tanah dan batu. Mayang itu tempat orang bekerja keras, bukan tempat orang bermimpi tinggi,” ujar tokoh adat setempat.

Namun, justru dari keterbatasan itulah tumbuh semangat gotong royong, nilai adat, dan solidaritas yang menjadi fondasi sosial desa hingga kini.

Transformasi Pendidikan: Mayang Menjadi Titik Nol Kemajuan

Tonggak sejarah baru tercatat pada Oktober 2025, ketika pemerintah pusat menetapkan Desa Mayang sebagai lokasi pertama pembangunan SMA Unggul Garuda, bagian dari program Quick Win Presiden Prabowo Subianto. Sekolah ini bukan hanya bangunan, tapi simbol bahwa desa terpencil pun layak menjadi pusat pendidikan unggul.

“Kami tidak lagi hanya dikenal sebagai desa kecil. Kami sekarang jadi tempat lahirnya generasi emas,” kata Ibu Siti, guru lokal

Kehadiran sekolah ini mengubah lanskap sosial desa. Anak-anak yang dulu harus menempuh puluhan kilometer untuk belajar kini bisa mengakses pendidikan berkualitas di tanah kelahiran mereka.

Refleksi dan Harapan: Jangan Lupakan Mayang yang Asli

Meski pembangunan terus berjalan, masyarakat Mayang tetap menjaga nilai-nilai lokal. Mereka menuntut agar pendidikan tidak melupakan akar budaya, bahasa daerah, dan kearifan lokal.

“Kami ingin anak-anak pintar, tapi juga tahu cara menanam lada, menghormati adat, dan bicara dengan sopan,” tegas warga setempat

Desa Mayang kini menjadi cermin: bahwa perubahan tidak harus menghapus identitas, dan kemajuan bisa tumbuh dari tanah yang dulu dianggap pinggiran.

Artikel Terkait

Inshot 20251112 022450932

Pemerintah Kabupaten Belitung Buka Program…

intisari Berita Tanjungpandan, 12 November 2025…

Inshot 20251112 003257471

Puisi Puisi Edy Sukardi

Panen ESu Bulan nopemberdan Desemberdi negrikumusim…

Inshot 20251112 001835381

Bahasa yang Tak Bisa Berbohong:…

Puisi “Membaca Rahasia Hati ESu” karya…

Jejak Sejarah Desa Mayang: Dari Peradaban Pinggiran ke Pusat Harapan Bangsa – Media Daulat Rakyat