pers-scaled.jpg
 20230731_193802.gif
 323276293_566466371650625_8427709249684468411_n-scaled.jpg

Jakarta: Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak di Pilpres 2024 banyak disalahartikan. Demikian dikemukakan Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.

“Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media. Tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari pada wartawan, Kamis (25/1/2024).

“Dalam merespons pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan. Terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.” 

Dikatakan, pandangan Presiden tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah. 

“Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU,” kata Ari.

Tapi, lanjutnya, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Yakni, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan berlaku. 

“Kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara. Dengan diizinkannya Presiden berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden  mempunyai preferensi politik pada partai,” kata Ari.

“Atau pasangan calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan. Dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU.”

Sekali lagi, kata Ari, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. 

Demikian pula dengan praktik politiknya. Hal ini bisa ditinjau kembali dalam sejarah pemilu setelah reformasi.

“Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik jelas dengan partai politik yang didukungnya. Ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” kata Ari.

Selain itu, ujar Ari, Presiden juga menegaskan, bahwa semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main. “Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan, kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan,” ujarnya.

“Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/ patuh. Pada aturan main dalan berdemokrasi.”

About Post Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *