
Gabungan Pecinta Alam Belitong (GAPABEL) Menyatakan Penolakan Terhadap Aktivitas Tambang Laut di Belitung Timur
Pulau Belitong, 15 April 2025 – Gabungan Pecinta Alam Belitong (GAPABEL) secara resmi menyatakan sikap menolak rencana dan wacana eksploitasi laut untuk kegiatan tambang di wilayah pesisir Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Penolakan ini merupakan bentuk respons atas isu yang kembali mencuat terkait rencana penambangan laut di kawasan yang selama ini menjadi pusat kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat pesisir.
Sebagai organisasi yang konsisten memperjuangkan kelestarian lingkungan dan keadilan ekologis, GAPABEL memandang bahwa aktivitas tambang laut di wilayah ini berpotensi menimbulkan dampak destruktif terhadap ekosistem pesisir, merusak sumber daya laut, dan mengancam keberlangsungan mata pencaharian nelayan serta masyarakat pesisir secara umum.
Laut bagi masyarakat Belitung Timur bukan sekadar bentang geografis atau objek ekonomi. Ia merupakan sumber kehidupan, ruang budaya, warisan leluhur, dan identitas sosial masyarakat pesisir yang telah diwariskan turun-temurun.
Nelayan menggantungkan hidup dari hasil laut, masyarakat menggali nilai budaya dari tradisi maritim, dan generasi muda belajar mencintai alam dari cerita-cerita masa silam tentang laut yang memberi, bukan mengambil.
Aktivitas tambang laut akan mengubah wajah laut menjadi kawasan eksploitasi. Kerusakan terumbu karang, pencemaran air laut, terganggunya populasi ikan, serta hilangnya wilayah tangkap nelayan adalah ancaman nyata yang tak bisa disangkal. Bahkan dalam jangka panjang, hal ini dapat berdampak pada keseimbangan ekologis dan kedaulatan pangan masyarakat pesisir.
Penolakan GAPABEL bukan sekadar berdasarkan pada keprihatinan ekologis, melainkan juga berpijak pada kerangka hukum yang sah dan mengikat. Berdasarkan dokumen resmi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, wilayah laut Belitung Timur telah ditetapkan sebagai zona nol tambang (zero mining zone).
Penetapan ini bukan sekadar simbolik, tetapi memiliki kekuatan hukum yang harus dihormati oleh seluruh pihak, baik swasta maupun pemerintah. Apabila kegiatan pertambangan tetap dilakukan di wilayah ini, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran tata ruang dengan konsekuensi hukum yang serius.
Merujuk pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa:
Pasal 69 ayat (1) huruf f menyatakan bahwa pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat dikenai sanksi.
Pasal 69 ayat (2) menjelaskan bahwa pelanggaran tersebut dapat berujung pada sanksi administratif, pidana, bahkan pencabutan izin usaha.
Pasal 74 ayat (1) mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tata ruang dapat dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Dengan demikian, memaksakan tambang laut di zona yang secara resmi dilarang bukan hanya tindakan yang merusak, tetapi juga tindakan yang melanggar hukum.
Kami Tidak Menolak Pembangunan, Tetapi Menolak Perampasan
GAPABEL secara tegas menyatakan bahwa masyarakat Belitung Timur bukan anti terhadap pembangunan. Namun pembangunan yang abai terhadap hukum, merusak lingkungan, dan mengorbankan masyarakat lokal tidak dapat disebut sebagai pembangunan — itu adalah bentuk perampasan.
Alih-alih tambang laut, kawasan pesisir Belitung Timur justru memiliki potensi besar untuk dikembangkan melalui pendekatan yang berkelanjutan seperti:
Ekowisata pesisir dan laut yang ramah lingkungan.
Pemberdayaan nelayan lokal berbasis ekonomi biru.
Konservasi laut yang melibatkan masyarakat
Pemanfaatan hasil laut secara lestari dan berkelanjutan.
Kami percaya bahwa keseimbangan antara kelestarian alam dan kemajuan ekonomi adalah mungkin, asalkan pembangunan dilakukan secara partisipatif, transparan, dan sesuai dengan kaidah hukum dan lingkungan.
Melalui siaran pers ini, GAPABEL mengajak seluruh lapisan masyarakat, aktivis lingkungan, akademisi, tokoh adat, hingga pengambil kebijakan di tingkat daerah maupun pusat untuk bersatu dalam menjaga kelestarian laut Belitung Timur. Keputusan-keputusan terkait ruang hidup masyarakat harus melibatkan mereka secara aktif, bukan ditentukan secara sepihak oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.
Kami ingin mengingatkan kembali bahwa nenek moyang kita adalah pelaut, bukan penambang. Kita lahir dan besar dengan laut sebagai bagian dari napas kehidupan. Maka, sudah seharusnya kita mempertahankan laut sebagai ruang yang memberi hidup, bukan ruang yang dihisap dan ditinggalkan rusak.
Laut bukan untuk ditambang. Laut adalah kehidupan.
Dan kehidupan adalah hak setiap generasi, bukan hanya yang hidup hari ini, tetapi juga mereka yang akan datang.
Kontak:
Ketua Gabungan Pecinta Alam Belitong (GAPABEL)
Wahyu Arifin
Telepon: +62 819-2951-9015