Media Daulat Rakyat

Inshot 20251023 182638213

Bahasa, Makna, dan Kejujuran Pikiran

Img 20251023 182243

Dalam puisi Mencari Makna, ESu menyuguhkan refleksi mendalam tentang bahasa sebagai cermin pikiran dan perasaan. Ia mengajak kita untuk tidak sekadar membaca kata, tetapi menyelami makna yang terkandung di dalamnya.

Sebuah kritik halus muncul: suara bisa menggelegar, tapi tanpa getar, ia hampa. Artinya, komunikasi yang keras belum tentu bermakna jika tidak menyentuh nalar dan rasa.

Di tengah derasnya arus informasi hari ini, kita sering terjebak pada bentuk, bukan isi.

Kita terpukau oleh retorika, tapi lupa bertanya: apakah kata-kata itu jujur? Apakah ia lahir dari pemikiran yang matang dan perasaan yang tulus?

ESu menegaskan bahwa makna tidak selalu tersembunyi. Ia bisa hadir terang benderang, jika kita mau membaca dengan mata telanjang dan mendengar dengan telinga yang jernih.

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga ekspresi gagasan, pikiran, dan perasaan. Maka, memahami bahasa berarti memahami manusia.

Dalam konteks publik, puisi ini menjadi pengingat penting bagi para pemimpin, jurnalis, pendidik, dan siapa pun yang menyampaikan pesan kepada masyarakat.

Kata-kata yang kita pilih mencerminkan siapa kita. Kalimat yang kita susun menunjukkan arah pikir kita. Dan gaya bicara kita mengungkapkan nilai-nilai yang kita pegang.

Makna bukan hanya untuk dicari, tapi juga untuk dihidupi. Kita perlu membangun budaya komunikasi yang jujur, transparan, dan berakar pada nalar serta empati.

Karena hanya dengan itu, bahasa bisa menjadi jembatan—bukan sekadar suara yang menggelegar, tapi getar yang menyentuh.

Identitas Karya

  • Judul: Mencari Makna
  • Penulis: ESu
  • Tanggal: 23 Oktober 2025
  • Jenis: Puisi reflektif-filosofis

Tema dan Makna
Puisi ini mengangkat pencarian makna dalam bahasa dan komunikasi. ESu menyampaikan bahwa makna tidak selalu tersembunyi di balik kata-kata rumit, melainkan bisa hadir secara terang benderang—jika pembaca cukup peka dan jujur dalam membaca.

Ada kritik terhadap cara kita memahami bunyi dan teks: suara bisa keras, tapi tanpa getar, ia hampa.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Gaya: Reflektif dan kontemplatif, dengan nada filosofis
  • Struktur: Bebas, tidak terikat rima atau metrum, namun tetap ritmis
  • Pilihan kata: Puitis dan metaforis, seperti “ketelingsut”, “mata telanjang”, “tanpa alat bantu dengar”
  • Pengulangan: Digunakan untuk menegaskan pencarian dan penemuan makna

Kutipan Kuat

“Bahasa itu komunikasi, bahasa itu gagasan, bahasa itu pikiran, bahasa itu perasaan”

Baris ini menjadi simpul pemahaman: bahasa bukan sekadar alat, melainkan cerminan utuh dari manusia.

Refleksi dan Relevansi
Puisi ini sangat relevan bagi siapa pun yang bergelut dengan kata—penulis, jurnalis, pendidik, bahkan pembaca awam. Ia mengingatkan bahwa makna bukan hanya soal bunyi atau bentuk, tapi tentang kejujuran dan kedalaman.

Dalam era komunikasi digital yang serba cepat, puisi ini menjadi ajakan untuk kembali merenung dan membaca dengan hati.

Editor Akhlanudin

Artikel Terkait

Inshot 20251112 022450932

Pemerintah Kabupaten Belitung Buka Program…

intisari Berita Tanjungpandan, 12 November 2025…

Inshot 20251112 003257471

Puisi Puisi Edy Sukardi

Panen ESu Bulan nopemberdan Desemberdi negrikumusim…

Inshot 20251112 001835381

Bahasa yang Tak Bisa Berbohong:…

Puisi “Membaca Rahasia Hati ESu” karya…

Bahasa, Makna, dan Kejujuran Pikiran – Media Daulat Rakyat