
BADAU, BELITUNG- Di sebuah desa yang kaya akan tradisi, Desa Badau, Pulau Belitung, terukir sebuah legenda yang melahirkan seni pertarungan sekaligus simbol persaudaraan:
Beripat Beregong. Kisah ini bermula dari Kelekak Gelanggang, tempat di mana cinta dan adu ketangkasan bertemu, menciptakan warisan budaya yang terus hidup hingga kini.
Dikisahkan, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis dengan paras menawan di Kelekak Gelanggang. Kecantikannya tersohor, tutur katanya lembut, dan sikapnya santun, membuat banyak pemuda dari berbagai penjuru datang melamar.
Orang tua sang gadis, bingung memilih yang terbaik, memutuskan untuk mengadakan adu ketangkasan di sebuah gelanggang.
Pada hari yang ditentukan, masyarakat berdatangan menyaksikan para pemuda gagah berani dengan rotan di tangan.
Iringan gong, kelinang, dan serunai memeriahkan suasana, menandai dimulainya pertarungan yang disebut Beripat Beregong. Para jagoan maju satu per satu, saling memukul dengan rotan di punggung dan bahu.
Setiap sabetan bukan ungkapan amarah, melainkan lambang keberanian dan kehormatan.
Karena sebagian besar peserta memiliki ilmu tinggi, pertarungan berlangsung seimbang.
Tidak ada yang benar-benar kalah atau menang. Pemenang sejati adalah mereka yang pulang tanpa bekas pukulan di punggung, sebagai bukti ketangkasan, kesabaran, dan pengendalian diri.
Dari kisah inilah, tradisi Beripat Beregong lahir dan diwariskan turun-temurun. Lebih dari sekadar adu fisik, Beripat Beregong menjadi simbol keberanian, kehormatan, dan persaudaraan di antara masyarakat Desa Badau.
Irama gong dan deru rotan menjadi saksi bisu bagaimana nilai-nilai luhur ini terus hidup dalam setiap generasi, mengukir sejarah dan jati diri masyarakat Desa Badau.












