Media Daulat Rakyat

  • Home
  • Nasional
  • Widji Tukul “Sang Ibu” Yang Pergi Tak Pernah Kembali
Widji thukul

Widji Tukul “Sang Ibu” Yang Pergi Tak Pernah Kembali

Images

Widji Thukul (lahir 26 Agustus 1963) adalah penyair dan aktivis, yang terkenal atas puisi dan syairnya yang ditujukan untuk mengkritik pemerintahan rezim Orde Baru yang berkuasa pada masa pemerintahan Presiden Indonesia kedua, Soeharto.

Pada tanggal 10 Februari 1998, Tukul dikabarkan menghilang dan tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang, muncul dugaan bahwa Thukul diculik oleh militer bersama beberapa aktivis lainnya, ia terkenal dengan puisinya yang berjudul Apa Guna

Peristiwa 27 Juli dan Kerusuhan Mei 1998 telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar.[5] Di antara para aktivis itu adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), JAKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998

Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah.

Kontak terakhir antara Thukul dan istrinya, Sipon terjadi pada Februari 1998, sejak saat itu Thukul menghilang. Setelah kondisi membaik pada tahun 2000, Sipon melaporkan hilangnya Thukul pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), namun Thukul belum ditemukan hingga kini. Istri Thukul, Sipon kemudian meninggal dunia pada 2023

Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok, ketiganya ada dalam antologi Mencari Tanah Lapang yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru. Puisi lain yang terkenal adalah Dibawah Selimut Kedamaian Palsu, yang dibacakan di gedung Kedutaan Jerman di Jakarta pada tahun 1989

Selama masa hidupnya ia aktif menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis dengan anak-anak kampung Jagalan, tempat ia dan anak istrinya tinggal. Pada 1994, terjadi aksi petani di Bringin, Ngawi. Thukul yang memimpin massa dan melakukan orasi ditangkap serta dipukuli militer.

Pada tahun 1992 ia ikut demonstrasi memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo. Tahun-tahun berikutnya Thukul aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKER) sebagai ketua.[9] Kemudian pada tahun 1995 mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex

Satu puisinya, “Sajak Ibu” telah digubah menjadi musik untuk vokal klasik dan piano oleh komponis dan pianis Ananda Sukarlan yang dianggap tokoh paling penting Indonesia dalam genre Tembang Puitik.

Berikut puisi lain yang ditulis oleh Thukul:

  • Puisi Pelo, dipublikasikan oleh Taman Budaya Surakata, Solo, 1984.
  • Darman dan Lain-lain, dipublikasikan Taman Budaya Surakata, Solo, 1994.
  • Mencari Tanah Lapang, dipublikasikan oleh Manus Amici, 1994.
  • Aku Ingin Jadi Peluru, dipublikasikan oleh IndonesiaTera, Magelang, 2000.

Artikel Terkait

Img 20250614 065612

Puisi-puisi Edy Sukardi

Rumah Kayu ESu Rumah sederhanatempat berseminya…

Inshot 20250614 020704290

BSU 2025 Siap Cair, Pemerintah…

Jakarta, Juni 2025 – Pemerintah melalui…

Widji Tukul “Sang Ibu” Yang Pergi Tak Pernah Kembali – Media Daulat Rakyat