
Di hadapan ribuan buruh, Prabowo janji dukung Marsinah jadi pahlawan nasional – Siapa Marsinah dan mengapa dia dibunuh?
Di hadapan ribuan buruh yang menggelar Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional, Jakarta, Kamis (01/05), Presiden Prabowo melontarkan janji-janji yang selama ini menjadi tuntutan dan keinginan kaum buruh.
Mulai status pahlawan untuk aktivis buruh Marsinah, pembentukan Satgas PHK, hingga RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Dalam bagian pidatonya, Presiden Prabowo kemudian menyentil apa yang disebutnya sebagai pertanyaan para pemimpin buruh, yaitu mengapa tidak ada pahlawan yang berlatar kaum buruh.
Lalu Prabowo berujar, apabila ada mengusulkan pahlawan berlatar buruh, maka dia mengeklaim akan membahas dan mendukungnya.
“Kalian berembuk usul dari kaum buruh bagaimana [misalnya] Marsinah? Asal pimpinan buruh sepakat saya akan dukung Marsinah jadi pahlawan nasional,” kata Prabowo.

Marsinah Pahlawan Buru
Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru. Marsinah bekerja di Perusahaan pada PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan yang berada di Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Di era Orde Baru, banyak peran militer dalam konflik perburuhan. SK Bakorstanas No.2/Satnas /XII /1990 dan keputusan Menteri Tenaga Kerja No.342/Men /1986 /memberi ruang pada aparat untuk masuk ke dalam ranah industri “dengan dalih untuk menjaga stabilitas”.
Namun dalam praktiknya, mereka berpihak pada penguasa, bukan buruh. Aparat diduga kuat berperan dalam mengintimidasi, menculik, dan menyiksa Marsinah
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD dr. Soetomo), menyimpulkan Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.
Kasus ini menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO), dikenal sebagai kasus 1773
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT Catur Putra Surya yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.
Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
Kemudian pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer 0816/Sidoarjo.
Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6 hingga 8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
- Setiap perayaan Hari Buruh Internasional yang diperingati tanggal 1 Mei, para buruh, khususnya di Jawa Timur, selalu mengenang perjuangan Marsinah. Para buruh pun telah mengusulkan kepada pemerintah agar Marsinah diberi gelar Pahlawan Nasional, namun belum ada tindak lanjut hingga kini.
- Monumen perjuangan Marsinah sebagai pahlawan buruh nasional telah dibangun di Nganjuk, Jawa Timur.
- Kisah Marsinah ini kemudian diangkat menjadi sebuah film oleh Slamet Rahardjo, dengan judul “Marsinah (Cry Justice)” (imdb.com). Film berbiaya sekitar Rp 4 miliar itu sempat menimbulkan kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah munculnya permintaan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea yang meminta pemutaran film itu ditunda.
- Seniman Surabaya dengan koordinasi penyanyi keroncong senior Mus Mulyadi meluncurkan album musik dengan judul Marsinah. Lagu ini diciptakan oleh komponis MasGat untuk mengenang jasa-jasa Marsinah.
- Sebuah band beraliran anarko-punk yang berasal dari Jakarta bernama Marjinal, menciptakan sebuah lagu berjudul Marsinah, yang didedikasikan khusus untuk perjuangan Marsinah. Lagu ini dibawakan sekaligus dalam 2 albumnya, yaitu album termarjinalkan dan album terbaru mereka bertajuk predator, masing-masing dalam versi yang berbeda.