
Puisi Edy Sukardi bukan sekadar rangkaian kata indah—ia adalah jembatan spiritual yang menghubungkan batin manusia dengan harapan ilahiah.
Dalam bait-bait seperti “Keajaiban itu bukan milik logika” dan “Debu yang kau himpun telah menjadi gundukan,” tersirat keyakinan bahwa proses dan penderitaan bukanlah akhir, melainkan awal dari pendakian menuju makna yang lebih tinggi.
Puisi ini mengajak kita untuk memandang doa bukan sebagai permintaan semata, melainkan sebagai pertemuan antara hamba dan Sang Khalik. Ketika dunia tampak buntu, puisi ini menawarkan jalan tembus melalui keyakinan.
Ketika tubuh lelah menopang beban, ia mengingatkan bahwa panggilan-Nya tetap ada, menanti kita untuk meringankan langkah dan berserah.
Simbol “debu” menjadi metafora yang kuat—ia bukan sekadar kotoran, melainkan bahan dasar bukit harapan. Dalam konteks sosial, ini bisa dimaknai sebagai ajakan untuk tidak meremehkan usaha kecil, suara minor, atau langkah sederhana. Semua bisa menjadi gundukan perubahan jika dihimpun dengan tekad dan doa.
Sebagai rektor dan sastrawan, Edy Sukardi menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kebijakan, tapi juga soal kepekaan batin dan spiritualitas publik.
Puisinya adalah refleksi bahwa pendidikan dan sastra dapat bersatu untuk membentuk karakter bangsa yang tangguh, lembut, dan penuh harapan.
Sampaikan pinta dengan air mata – ESu
Identitas Karya
- Judul: Sampaikan pinta dengan air mata
- Penulis: ESu
- Tempat dan Tanggal: Pisangan Timur, 24 Oktober 2025
Tema dan Makna
Puisi ini mengangkat tema spiritualitas dan keajaiban doa. Melalui metafora pendakian, debu yang menjadi bukit, dan hujan yang menyegarkan bumi, ESu menyampaikan bahwa harapan dan pertolongan Ilahi hadir di tengah kelelahan dan kebuntuan manusia. Doa bukan sekadar permintaan, melainkan jembatan pertemuan antara hamba dan Tuhannya.
Gaya Bahasa dan Struktur
- Bahasa: Puitis, reflektif, dan penuh simbolisme.
- Gaya: Liris dan kontemplatif, dengan repetisi yang memperkuat makna (“Ia menjawab doa”, “hujan telah datang”).
- Struktur: Bebas, tanpa rima tetap, namun teratur dalam alur emosi dan spiritual.
Analisis Simbolik
- Pendakian dan kelelahan: Melambangkan perjuangan hidup dan spiritual.
- Debu menjadi bukit: Simbol transformasi dari hal kecil menjadi besar karena doa.
- Hujan dan pepohonan bertasbih: Lambang rahmat dan kesegaran jiwa setelah kesulitan.
Kutipan Kuat
“Doa bukan sekedar pinta / tetapi jembatan pertemuan / hamba kepada khaliknya”
Kutipan ini merangkum esensi puisi: bahwa doa adalah jalan spiritual, bukan sekadar harapan duniawi.
Kesimpulan
Puisi ini menyentuh sisi terdalam spiritualitas manusia—mengajak pembaca untuk tidak menyerah dalam pendakian hidup, karena keajaiban bukan milik logika, melainkan milik keyakinan.
ESu berhasil menyampaikan pesan universal dengan kelembutan dan kekuatan bahasa yang menyentuh.
Editor : Akhlanudin












