
Puisi “Takut” bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah perjalanan batin yang mengajak pembaca menelusuri lorong-lorong ketakutan manusia—akan kehilangan, masa depan, dan kematian—lalu menuntunnya menuju cahaya keimanan.
Edy Sukardi menulis dengan kejujuran spiritual yang jarang ditemukan dalam puisi kontemporer: tidak menggurui, tidak menghakimi, hanya mengajak merenung.
Yang paling kuat dari puisi ini adalah keberaniannya untuk mengakui kelemahan manusia.
Pengulangan kata “takut” bukan sekadar gaya retoris, melainkan cermin dari kegelisahan kolektif kita di tengah dunia yang serba tak pasti.
Namun, alih-alih larut dalam kecemasan, penyair justru mengarahkan pembaca untuk “percaya pada Tuhan”—sebuah ajakan yang sederhana, tapi dalam dan menyentuh.
Metafora burung di ranting kering yang tetap tenang karena memiliki dua sayap adalah gambaran indah tentang tawakal. Ia mengingatkan kita bahwa kekuatan bukan berasal dari dunia luar, melainkan dari keyakinan dalam diri.
Di sinilah letak kekuatan puisi ini: ia menyentuh sisi terdalam manusia, mengajak berdamai dengan ketakutan, dan menemukan harapan dalam iman.
Sebagai opini pribadi, saya melihat puisi ini sangat relevan untuk dibaca dalam konteks sosial saat ini—di mana banyak orang merasa terombang-ambing oleh krisis, baik ekonomi, lingkungan, maupun spiritual.
“Takut” adalah pengingat bahwa dalam setiap kegelisahan, selalu ada ruang untuk percaya, mengenal sesama, dan bersyukur.
Identitas Karya Puisi “Takut” oleh Edy Sukardi
| Elemen | Keterangan |
|---|---|
| Judul Puisi | Takut |
| Nama Penulis | Dr. H. Edy Sukardi, M.Pd. |
| Profesi Penulis | Rektor Universitas Muhammadiyah Bogor Raya; sastrawan dan pendidik |
| Tanggal Terbit | 2 November 2025 |
| Media Publikasi | Media Daulat Rakyat |
| Tema Utama | Ketakutan manusia, kepercayaan kepada Tuhan, spiritualitas, dan refleksi sosial |
| Gaya Bahasa | Lugas, repetitif, puitis, dengan metafora dan narasi reflektif |
| Nilai Tambahan | Mengandung pesan pluralisme, ajakan mengenal sesama, dan bersyukur |
Puisi ini merupakan bagian dari serial “Puisi-Puisi Edy Sukardi” yang rutin dimuat di media Daulat rakyat tersebut, menampilkan karya sastra yang sarat makna dan nilai spiritual.
Puisi “Takut” karya Edy Sukardi menggugah kesadaran spiritual dan sosial melalui refleksi mendalam tentang ketakutan manusia dan kepercayaan kepada Tuhan.
Dalam puisi berjudul “Takut” yang dimuat oleh Media Daulat Rakyat pada 2 November 2025, Dr. H. Edy Sukardi, M.Pd., seorang sastrawan sekaligus Rektor Universitas Muhammadiyah Bogor Raya, menyuguhkan renungan eksistensial yang menyentuh dan penuh makna.
Puisi ini mengangkat tema universal: ketakutan manusia terhadap kehilangan, masa depan, dan kematian, lalu mengarahkannya pada ajakan untuk berserah diri dan mempercayai kehendak Tuhan.
Struktur dan Gaya Bahasa
- Bahasa yang digunakan lugas namun puitis, dengan pengulangan kata “takut” yang membentuk ritme dan tekanan emosional.
- Gaya naratifnya mengalir seperti doa atau pengakuan batin, memperkuat kesan spiritual.
- Penggunaan metafora seperti “burung di ranting kering” yang tak khawatir karena diberi dua sayap oleh Tuhan, menjadi simbol kepercayaan dan ketenangan dalam iman.
Nilai Sosial dan Spiritualitas
- Puisi ini tidak hanya menyentuh ranah pribadi, tetapi juga mengandung pesan sosial: pentingnya mengenal sesama manusia lintas suku dan budaya sebagai bagian dari perintah Tuhan untuk “bertebaran di muka bumi.”
- Ada semangat pluralisme dan perdamaian, yang relevan dalam konteks Indonesia sebagai bangsa majemuk.
- Penulis menolak pencarian hidup yang semata-mata materialistik, dan mengajak pembaca untuk melihat kehidupan sebagai ladang belajar dan bersyukur.
Refleksi dan Relevansi
- Dalam konteks sosial saat ini, puisi ini menjadi pengingat bahwa ketakutan sering kali bersumber dari keterikatan duniawi, dan bahwa keberanian sejati lahir dari keyakinan spiritual.
- Puisi ini cocok dibaca oleh siapa pun yang sedang mengalami kegelisahan, pencarian makna hidup, atau krisis identitas. Kesimpulan
Puisi “Takut” adalah karya reflektif yang menggabungkan kesadaran spiritual, nilai sosial, dan keindahan bahasa. Edy Sukardi berhasil menyampaikan pesan mendalam dengan cara yang sederhana namun menyentuh. Karya ini layak diapresiasi sebagai bagian dari sastra kontemporer yang menghidupkan kembali fungsi puisi sebagai medium renungan dan penyembuhan batin.
Editor : Akhlanudin












