
Jakarta | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa satu keluarga di Indonesia menguasai lahan seluas 1,8 juta hektar. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara resmi pada Senin (5/5/2025), sebagai bentuk kritik terhadap ketimpangan kepemilikan tanah di Tanah Air.
“Petani kecil di NTB (Nusa Tenggara Barat), termasuk warga Nahdlatul Wathan, mencari satu atau dua hektar saja bisa berkonflik. Tapi ini, ada satu keluarga yang menguasai sampai 1,8 juta hektar, ini jelas ketimpangan struktural,” ujar Nusron.
Meski menyampaikan fakta tersebut, Nusron tidak menyebutkan identitas keluarga yang dimaksud. Ia menegaskan bahwa ketimpangan ini menjadi tantangan serius bagi pemerataan dan keadilan agraria.
Menurut data yang disampaikan Nusron, dari total sekitar 170 juta hektar tanah di Indonesia, sekitar 70 juta hektar merupakan kawasan non-hutan. Ironisnya, sekitar 46 persen dari lahan non-hutan itu—setara dengan 30 juta hektar—dikuasai oleh hanya 60 keluarga besar pemilik korporasi.
“Ini bukan hanya soal data, tapi tentang keadilan sosial. Ketimpangan penguasaan lahan menghambat pemerataan ekonomi dan menimbulkan konflik agraria,” tegasnya.
Pemerintah, kata Nusron, akan terus mendorong kebijakan reforma agraria agar penguasaan tanah lebih merata, serta menertibkan kepemilikan lahan yang tidak produktif dan merugikan kepentingan masyarakat.