
JAKARTA — Nama Ustaz Yusuf Mansur kembali menjadi sorotan publik setelah cuplikan video siaran langsungnya viral di berbagai platform media sosial. Dalam tayangan tersebut, sang ustaz tampak menawarkan “doa khusus” kepada para donatur yang berdonasi melalui aplikasi miliknya, Paytren.
Pernyataan tersebut sontak memicu kontroversi. Banyak warganet menilai bahwa ajakan itu menyerempet pada praktik “doa berbayar”, sebuah konsep yang dianggap sensitif dan tidak pantas, terutama ketika dikaitkan dengan aktivitas keagamaan.
Dalam video yang beredar luas, Ustaz Yusuf Mansur menyebut bahwa besaran nominal donasi akan memengaruhi bentuk doa yang diberikan.
Ia bahkan menjanjikan pembacaan surat Al-Fatihah bersama 500 orang secara khusus untuk orang tua atau keluarga dari para donatur besar.
“10 juta, 20 juta saya Fatihah-in khusus nih. Bismillah di-Fatihah-in sama 500 orang,” ucapnya dalam video tersebut.
Pernyataan itu memantik reaksi beragam dari publik. Sebagian netizen mempertanyakan profesionalitas sang ustaz sebagai tokoh agama, sementara lainnya merasa tidak nyaman dan menilai tindakan tersebut seperti menjual agama demi keuntungan pribadi.
Klarifikasi: “Saya Memang Suka Bercanda”
Menanggapi polemik yang berkembang, Ustaz Yusuf Mansur akhirnya memberikan klarifikasi. Ia menyebut bahwa pernyataan dalam video tersebut hanyalah candaan yang disampaikan saat menguji fitur baru dalam aplikasi Paytren.
“Saya memang suka bercanda. Itu bagian dari uji fitur, bukan layanan resmi. Biarin deh, biar pada seneng,” ujar Yusuf Mansur dalam pernyataan terbarunya.
Ia juga menegaskan bahwa donasi yang dikumpulkan melalui siaran langsung tersebut ditujukan untuk pembangunan masjid dan asrama di Wanayasa, Purwakarta dan Rupit, Sumatera Selatan, dengan target dana mencapai Rp500 juta.
Kontroversi ini menambah daftar panjang polemik yang melibatkan Ustaz Yusuf Mansur dan platform Paytren miliknya. Sebelumnya, Paytren sempat disorot oleh OJK karena pelanggaran izin operasional, termasuk tidak memiliki kantor dan pegawai tetap.
Meski klarifikasi telah disampaikan, perdebatan di ruang publik masih berlangsung.
Banyak pihak menyerukan agar tokoh agama lebih berhati-hati dalam menyampaikan pesan, terutama yang berkaitan dengan donasi dan praktik keagamaan.












