
Di tengah derasnya arus informasi dan riuhnya opini publik, puisi “Lanjutkan Ceritaku” karya Edy Sukardi hadir sebagai jeda yang mengajak kita merenung: tentang kisah, tentang ingatan, dan tentang warisan spiritual yang tak boleh terputus.
Puisi ini bukan sekadar narasi Musa dan Firaun. Ia adalah metafora tentang bagaimana sebuah kisah—baik itu sejarah, nilai, atau perjuangan—perlu dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Ketika sang narator berkata, “ceritaku akhiri sampai di sini,” ia bukan menyerah, melainkan memberi tongkat estafet kepada kita semua.
Namun, respons yang muncul dalam puisi justru menggambarkan kebingungan: “Cerita yang mana?” “Aku tak mengikuti.” Ini adalah cermin dari masyarakat kita hari ini.
Banyak kisah luhur yang telah diceritakan berulang kali, namun tak semua mampu menangkap, apalagi melanjutkan. Kita sibuk, kita lupa, kita terputus dari akar.
Kisah Musa yang dihanyutkan ke Sungai Nil bukan hanya tentang penyelamatan. Ia adalah simbol dari harapan yang dipercayakan kepada arus waktu dan takdir.
Dan janji Tuhan untuk mengembalikan Musa ke pangkuan ibunya adalah janji bahwa kisah yang benar tak akan hilang, asal ada yang bersedia menjaganya.
Dalam konteks kebangsaan, puisi ini mengingatkan kita: ada banyak “Musa” yang dihanyutkan hari ini—nilai kejujuran, semangat gotong royong, keberanian melawan ketidakadilan. Kita, sebagai masyarakat, adalah sungai yang mengalirkan mereka. Apakah kita cukup jernih untuk menjaga mereka tetap hidup?
Sebagai tokoh advokasi, saya melihat puisi ini sebagai panggilan untuk memperkuat literasi naratif bangsa. Kita perlu ruang-ruang publik yang tidak hanya menyuarakan opini, tetapi juga melanjutkan kisah-kisah luhur yang menjadi fondasi etika dan kemanusiaan kita.
Mari kita tidak hanya membaca puisi ini, tetapi menjadikannya kompas. Karena ketika sebuah kisah berhenti, bukan berarti ia selesai. Ia hanya menunggu untuk dilanjutkan—oleh kita.
Puisi “Lanjutkan Ceritaku” – ESu
Judul: Lanjutkan Ceritaku
Penulis: ESu
Tempat & Tanggal: Pisangan Timur, 16 Oktober 2025
Jenis: Puisi naratif-reflektif
Tema: Ingatan, komunikasi, dan warisan kisah spiritual
Sinopsis Singkat
“Lanjutkan Ceritaku” adalah puisi yang menyelami percakapan batin antara dua suara—satu yang merasa telah berkisah, dan satu lagi yang merasa tak pernah mendengarnya. Puisi ini membuka dengan pengakuan bahwa cerita telah selesai, namun segera disambut dengan kebingungan dan pertanyaan: cerita yang mana? Di mana awalnya? Apakah ini cerita berseri?
Ketegangan ini mencair saat narator mengulang kisah yang dimaksud: kisah Musa kecil, ancaman Firaun, dan perintah ilahi untuk menghanyutkan bayi ke Sungai Nil. Sebuah kisah yang bukan hanya spiritual, tetapi juga simbolik tentang harapan, ketakutan, dan kepercayaan.
Analisis dan Makna
Puisi ini menyuguhkan lapisan makna yang dalam:
- Dialog dan Ingatan: Ada permainan antara yang mengingat dan yang lupa, antara yang merasa telah bercerita dan yang merasa tak pernah mendengar. Ini mencerminkan dinamika komunikasi manusia—bahwa menyampaikan tidak selalu berarti diterima.
- Kisah Musa sebagai Metafora: Kisah Musa bukan sekadar narasi religius, tetapi menjadi simbol dari keberanian seorang ibu, intervensi ilahi, dan harapan yang dihanyutkan namun dijanjikan kembali. Dalam konteks puisi, ini bisa dibaca sebagai ajakan untuk melanjutkan perjuangan, keyakinan, atau bahkan narasi sejarah yang belum selesai.
- Nada dan Gaya: Gaya tutur yang liris, penuh jeda, dan mengalir seperti percakapan membuat puisi ini terasa intim dan reflektif. Penempatan bait yang pendek dan ritmis memperkuat kesan kontemplatif.
Kekuatan Utama
- Intertekstualitas: Mengaitkan kisah Musa dengan konteks personal dan kontemporer.
- Struktur dialogis: Membuat pembaca merasa terlibat dalam percakapan, bukan sekadar menyimak monolog.
- Kesederhanaan yang menyentuh: Bahasa yang lugas namun menyimpan kedalaman makna.
Catatan Kritis
Puisi ini bisa diperluas dengan memperkuat transisi antara bagian reflektif dan bagian naratif (kisah Musa), agar alurnya lebih menyatu.
Namun justru ketidakteraturan itu bisa dibaca sebagai cerminan dari ingatan yang retak dan komunikasi yang tak selalu linier.
Kesimpulan
“Lanjutkan Ceritaku” adalah puisi yang mengajak pembaca untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga mengingat dan meneruskan.
Ia menyentuh ranah spiritual, personal, dan kolektif sekaligus. Sebuah karya yang sederhana dalam bentuk, namun kaya dalam resonansi makna.
editor; Akhlanudin












