Yogyakarta, 17 Oktober 2025 — Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, angkat bicara terkait tayangan Trans7 yang dinilai sejumlah kalangan telah melecehkan dunia pesantren. Tayangan tersebut mempersoalkan relasi antara kiai dan santri, memicu keresahan di tengah masyarakat pesantren.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima Kamis (16/10), Haedar menegaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum reflektif bagi semua pihak—media, lembaga keagamaan, dan masyarakat umum. Ia menekankan pentingnya profesionalisme dalam penyajian konten media.
“Kebebasan berekspresi itu ada batasnya. Dalam kehidupan sosial, kita harus menjunjung nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab agar tidak menimbulkan keresahan dan perpecahan,” ujar Haedar.
Guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu juga mengingatkan bahwa komunitas pesantren memiliki peran historis dalam perjuangan bangsa. Para kiai, menurutnya, telah lama menjadi penjaga moral, pencerdas umat, dan penanam nilai-nilai kebangsaan.
Haedar mengajak media massa dan warganet untuk menggunakan kebebasan secara bijak, dengan mengedepankan keadaban publik. Ia menegaskan bahwa penghormatan terhadap pesantren dan para kiai bukan berarti menutup ruang kritik, melainkan menempatkannya dalam koridor yang santun dan membangun.
“Media dan semua pihak sebaiknya menghormati para kiai dan pesantren. Penghormatan itu bukan berarti menutup ruang kritik, tetapi menempatkannya dalam koridor yang santun, objektif, dan membangun,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi pengingat penting di tengah dinamika media dan kebebasan berekspresi yang kian kompleks. Haedar berharap agar insiden ini menjadi pelajaran bersama demi menjaga harmoni sosial dan keutuhan nilai-nilai kebangsaan.












