Media Daulat Rakyat

Inshot 20251021 063236348

Cermin yang Menggugat Kejujuran Diri

Inshot 20251021 063359556

Puisi Edy Sukardi bukan sekadar rangkaian kata, melainkan gugatan lirih terhadap keengganan manusia untuk jujur pada dirinya sendiri. “Mereka Membawa Cermin” adalah metafora yang tajam—bahwa di tengah kesendirian, kebisuan, dan topeng sosial, ada kekuatan yang tak bisa dibohongi: pantulan diri.

Dalam bait-baitnya, Edy menyuarakan bahwa beban batin tak selalu perlu diceritakan, karena ia akan tetap terbaca: di wajah, sikap, dan kebijakan. Cermin yang dibawa “mereka” bukan benda fisik, melainkan kesadaran kolektif, pengamatan sosial, dan bahkan nurani yang tak bisa ditipu.

Ketika sang aku liris berkata “Menyerahlah, Aku membawa cermin yang jujur,” ia seolah menjadi suara Tuhan, suara hati, atau suara masyarakat yang menuntut kejujuran dan pertanggungjawaban.

Puisi ini relevan dalam konteks sosial-politik kita hari ini, di mana banyak pemimpin, tokoh, dan bahkan warga biasa memakai “topeng” demi citra.

Namun Edy mengingatkan: kata-kata tak bisa menyembunyikan sikap, dan topeng tak bisa menyembunyikan wajah. Ada semacam penghakiman moral yang halus namun tegas.

Penutup puisi dengan kutipan ayat suci “Wa in tubdu ma fi anfusikum aw tukhfuhu yuhasibkum bihillah” memperkuat pesan spiritual: bahwa Tuhan pun akan menghisab isi hati, baik yang tampak maupun tersembunyi.

Ini bukan sekadar puisi, tapi seruan etis untuk kembali pada kejujuran, introspeksi, dan keberanian melihat diri sendiri tanpa ilusi.

Identitas Karya

  • Judul: Mereka Membawa Cermin
  • Pengarang: ESu (Edy Sukardi)
  • Tanggal: 20 Oktober 2025
  • Tempat: Pisangan Timur

Tema dan Makna
Puisi ini mengangkat tema introspeksi, kejujuran batin, dan keterbukaan terhadap penilaian moral. Melalui metafora “cermin”, penyair menyampaikan bahwa tak ada yang benar-benar bisa disembunyikan dari dunia, dari sesama, bahkan dari Tuhan. Beban batin, sikap, dan keputusan seseorang akan tetap terbaca—meski tanpa kata.

Struktur dan Gaya Bahasa

  • Gaya naratif: Puisi ini menggunakan sudut pandang orang ketiga yang kemudian beralih menjadi suara yang menginterogasi dan menggugat.
  • Pengulangan kata “Menyerahlah” menjadi penekanan dramatis terhadap ajakan untuk jujur dan berhenti bersembunyi.
  • Metafora cermin: Digunakan sebagai simbol kesadaran, penghakiman sosial, dan refleksi spiritual.
  • Bahasa sederhana namun tajam: Menyentuh sisi psikologis pembaca tanpa perlu ornamen berlebihan.

Nilai Estetika dan Reflektif
Puisi ini memiliki kekuatan reflektif yang tinggi. Ia tidak hanya menyentuh ranah pribadi, tetapi juga sosial dan spiritual. Kutipan ayat suci di akhir puisi memperkuat pesan bahwa Tuhan pun membaca isi hati, baik yang tampak maupun tersembunyi. Ini menjadikan puisi bukan sekadar karya sastra, tetapi juga seruan etis dan spiritual.

Relevansi Sosial
Dalam era pencitraan dan kepalsuan publik, puisi ini hadir sebagai pengingat bahwa topeng sosial tak mampu menyembunyikan hakikat diri. Ia relevan bagi siapa pun yang bergulat dengan identitas, kejujuran, dan tekanan moral.

Editor: Akhlanudin

Artikel Terkait

Inshot 20251112 022450932

Pemerintah Kabupaten Belitung Buka Program…

intisari Berita Tanjungpandan, 12 November 2025…

Inshot 20251112 003257471

Puisi Puisi Edy Sukardi

Panen ESu Bulan nopemberdan Desemberdi negrikumusim…

Inshot 20251112 001835381

Bahasa yang Tak Bisa Berbohong:…

Puisi “Membaca Rahasia Hati ESu” karya…

Cermin yang Menggugat Kejujuran Diri – Media Daulat Rakyat