
Jakarta, 14 Juni 2025 — Hubungan antara Iran dan Israel telah mengalami transformasi dramatis selama lebih dari tujuh dekade, dari kemitraan strategis menjadi permusuhan ideologis yang kini mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah.
Era Keemasan: Hubungan Hangat Sebelum 1979
Sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979, kedua negara menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi yang erat. Di bawah pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi, Iran menjadi negara mayoritas Muslim kedua setelah Turki yang mengakui Israel secara resmi. Kerja sama mencakup perdagangan minyak, pertukaran intelijen, hingga dukungan militer.
Revolusi dan Perubahan Haluan
Segalanya berubah drastis ketika Ayatollah Ruhollah Khomeini menggulingkan Shah dan mendirikan Republik Islam Iran. Rezim baru memutuskan hubungan dengan Israel, menyerahkan kedutaan Israel kepada Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dan menyebut Israel sebagai “musuh Islam”
Sejak saat itu, Iran aktif mendukung kelompok-kelompok anti-Israel seperti Hizbullah dan Hamas.
Perang Bayangan dan Eskalasi Regional
Konflik berkembang menjadi “perang bayangan” yang mencakup pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, sabotase fasilitas militer, dan serangan udara di Suriah serta Lebanon. Israel menuduh Iran membangun jalur pasokan senjata ke Hizbullah melalui Irak dan Suriah, sementara Iran menuding Israel sebagai dalang di balik serangkaian serangan laut dan pembunuhan tokoh penting.
Ketegangan Nuklir dan Titik Didih 2025
Puncak ketegangan terjadi pada 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran ke Iran dalam operasi “Rising Lion”, menargetkan fasilitas nuklir dan tokoh militer penting. Serangan ini menewaskan Jenderal Hossein Salami dan dua ilmuwan nuklir terkemuka
Iran bersumpah akan membalas, memicu kekhawatiran akan pecahnya perang terbuka.