pers-scaled.jpg
 20230731_193802.gif
 323276293_566466371650625_8427709249684468411_n-scaled.jpg

Tanggal 26 Juli 2015 diproklamasikan sebagai hari mangrove internasional oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), badan PBB yang menangani Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan. UNESCO memang menggunakan istilah proklamasi dalam keputusannya. Bunyi keputusan lengkapnya seperti ini: Proclamation of the International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem.

Ekosistem mangrove sendiri terkait dengan beberapa program UNESCO, seperti the Man and the Biosphere (MAB), Local and Indigenous Knowledge Systems (LINKS), the International Hydrological (IHP), dan the World Heritage Convention and the Global Geoparks Network.

Tercatat lebih dari 80 kawasan the Man and the Biosphere (MAB) memiliki komponen mangrove, diantaranya yang terkenal adalah La Selle di Haiti, Shankou Mangrove di China, dan Can Gio Mangrove di Viet Nam. Situs warisan dunia (World Heritage) dengan ekosistem mangrove yang cukup populer terdapat di Kepulauan Phoenix, Kiribati. Sementara ekosistem mangrove yang dijadikan Geopark adalah Langkawi Global Geopark di Malaysia.

Penetapan hari mangrove internasional ini diusulkan oleh Ekuador dengan dukungan dari GRULAC (Group of Latin America and Caribbean). Ekuador dan negara-negara anggota GRULAC selama belasan tahun sebelumnya telah merayakan hari mangrove setiap tanggal 26 Juli. Pada tanggal tersebut, tahun 1998, terjadi aksi besar di Ekuador yang melibatkan organisasi lingkungan dari beberapa negara tetangga, seperti Honduras, Guatemala, dan Colombia. Aksi ini menyuarakan penolakan terhadap penebangan mangrove yang semakin merajalela. Tragisnya, salah seorang aktivis lingkungan yang ikut dalam aksi bersama tersebut mengalami serangan jantung dan meninggal dunia.

Kejadian tanggal 26 Juli 1998 menjadi momen emosional bagi warga Ekuador dan sekitarnya sehingga diperingati setiap tahun sebagai hari mangrove.

Pemicu utama aksi mangrove tersebut adalah maraknya pencetakan tambak udang dengan membabat ekosistem mangrove. Hal itu untuk memenuhi tingginya permintaan pasar komoditas udang dari Amerika, Eropa, dan Jepang. Sayangnya, konversi mangrove menjadi tambak dilakukan secara membabi-buta. Bahkan masyarakat lokal banyak yang terusir dari lahan miliknya, sementara di sisi lain tanah dan air mengalami polusi.

About Post Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *