Akses masyarakat Gorontalo terhadap layanan cuci darah semakin dekat. Karena kini sudah ada layanan instalasi Hemodialisis di RS Hasri Ainun Habibie yang diresmikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pada Senin (24/10)
“Saya ucapkan selamat atas berdirinya layanan hemodialisis di RS Hasri Ainun Habibie, semoga fasilitas ini bisa dikelola dengan baik serta memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Gorontalo,” kata Wamenkes.
Wamenkes menuturkan salah satu manfaat yang diharapkan dari hadirnya layanan hemodialisis adalah akses masyarakat semakin dekat dan mudah. Mengingat saat ini, layanan hemodialisis masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Indonesia.
“Data saat ini dari 1.225 layanan hemodialisis di Indonesia, 7 diantaranya ada di Provinsi Gorontalo. Mudah-mudahan selain RS Hasri Ainun Habibi, semoga pemerintah bisa menambah lagi untuk membangun instalasi hemodialisis di tempat-tempat lain terpencil sehingga tidak terkonsentrasi disini,” ujar Wamenkes.
Padahal, hemodialisis harus dilakukan setiap minggu dan seumur hidup. Kekurangan layanan akan berdampak pada waktu tunggu pasien yang semakin lama. Terlebih, saat ini 235 dari 1.000.000 orang di Indonesia menjalani hemodialisis. Persentase tersebut telah menelan biaya sekitar Rp 2,2 triliun setiap tahunnya. Yang lebih mengkhawatirkan, jumlah pasien yang menjalani hemodialisis juga terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Seiring dengan penambahan tersebut, Wamenkes menyebutkan bahwa layanan hemodialisis saja belum cukup. Rumah sakit perlu mengembangkan layanan CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) yaitu layanan cuci darah namun bisa dilakukan di Rumah.
Selain memperkuat upaya kuratif melalui penambahan layanan hemodialisis dan CAPD di fasilitas pelayanan kesehatan, Wamenkes juga mengingatkan pentingnya upaya promotif preventif guna menekan jumlah kasus cuci darah di Indonesia.
“Jadi sebelum kita membangun layanan instalasi Hemodialisis maka yang perlu kita perbaiki bersama-sama adalah penurunan faktor risiko penyakit-penyakit ginjal,” ujar Wamenkes.
Adapun faktor risiko penyakit ginjal yang perlu diwaspadai diantaranya diabetes melitus atau kencing manis, hipertensi, infeksi saluran ginjal dan autoimun. Menurutnya, lewat pengendalian faktor risiko tersebut maka pasien yang sudah dalam kondisi gagal ginjal kronis dan harus menjalani cuci darah sebagai perjalanan terakhir dari penyakit ginjal bisa diturunkan.
“Mudah-mudahan dengan menangani diabetes, hipertensi dan autoimun yang baik tidak banyak pasien yang akan menggunakan instalasi yang kita bangun ini, walaupun instalasi yang kita bangun ini merupakan pengejawantahan bagaimana negara hadir ditengah masyarakat untuk melayani mereka yang sudah tidak bisa ditangani secara promotif preventif,” ujar Wamenkes.
Tak hanya itu, Wamenkes juga mendorong RS Hasri Ainun Habibie agar kedepan layanan kesehatannya bisa terus berkembang yakni melakukan skrining untuk transplantasi ginjal seperti rumah sakit lainnya.