pers-scaled.jpg
 20230731_193802.gif
 323276293_566466371650625_8427709249684468411_n-scaled.jpg

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin jalannya sidang perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 mengenai uji formil batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Majelis hakim MK menolak permohonan uji formil batas usia capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc)


Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara uji formil terhadap aturan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Hal itu diatur pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat pada Selasa (16/1/2024). Saat membacakan putusan, Suhartoyo menyatakan MK berkesimpulan pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, perkara ditolak karena MK tidak mengenal istilah putusan tidak sah. “Putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengenal adanya putusan yang tidak sah,” kata Guntur membacakan putusan.

“Meskipun dalam proses pengambilan putusan yang dilakukan oleh para hakim konstitusi terbukti bahwa salah seorang hakim yang ikut memutus perkara tersebut melanggar etik.” 

Uji formil diajukan pemohon Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar menggugat keabsahan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Yakni tentang batas usia peserta Pilpres karena terbukti ada pelanggaran etik dalam prosesnya. 

Putusan sidang etik Majelis Kehormatan MK atau MKMK menjadi landasan argumen tersebut. MK menggelar sidang putusan uji materi batas usia capres-cawapres, Selasa (16/1/2024) siang. 

Putusan sidang merupakan hasil dari uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara ini bernomor 145/PUU-XXI/2023.

Dua pakar hukum tata negara, yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar bertindak sebagai Para Pemohon. Dalam petitum provisi usai mengajukan perbaikan permohonan, MK diminta menunda berlakunya ketentuan pasal tersebut, sebagaimana putusan MK 90/PU-XXI/2023.

MK juga diminta menyatakan menangguhkan tindakan/kebijakan yang berkaitan dengan Pasal 169 huruf q UU Pemilu. “Atau menetapkan agenda tambahan khusus bagi peserta Pemilu yang terdampak untuk mengajukan calon pengganti,” kata para Pemohon.

Para pemohon menjelaskan, langkah tersebut dilakukan agar jalannya proses Pemilu 2024 tidak terganggu. “Dalam rangka melaksanakan putusan ini dengan tidak menunda pelaksanaan Pemilu 2024,” ujar para Pemohon dalam petitum. 

About Post Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *